Sabtu, 12 Desember 2015

Eternal Love - Chapter 5

(Masih) Seifer's POV

"Ini..." Kuambil benda itu. Senyumku mengembang saat aku yakin benda apa itu.
"Ternyata kau pandai mengelabuiku ya, Ellone. Aku hampir putus asa, tapi ternyata masih ada harapan. Sekarang tinggal mencari bukti tertulis di buku ini." Ucapku. Aku benar-benar bahagia saat itu. Kubuka dan kubaca beberapa lembar dari buku diary itu.

[Senin, 13 Februari 2012]

Hari ini dia mengajakku bertemu. Dia bilang, ada kejutan untukku. Ternyata memang ada kejutan. Dia rela mendayung perahu jauh-jauh hanya untuk mengajakku naik perahu seperti keinginanku. Aku sangat senang! Setibanya di tempat tujuan kami yaitu kota Balamb, ia mengajakku ke rumah Zell. Ia meminta Zell untuk membuatkan sepasang cincin. Dia bilang, itu untuk pernikahan kami nantinya. Ah, aku sudah tidak sabar menantinya >//<
Setelah dari rumah Zell, ia mengajakku makan di restoran. Kami mengobrol dengan asyiknya sampai-sampai kami tidak sadar kalau matahari sudah hampir terbenam. Ia lalu mengajakku ke tepi dermaga. Matahari terbenam itu terlihat jelas, indah sekali. Seifer mengatakan hal-hal yang membuatku begitu bahagia sekaligus sedih. Ternyata selama ini aku begitu jahat padanya, selalu menganggap semua yang dilakukannya itu adalah kesalahan. Maafkan aku, Seifer....
Kami berpelukan. Air mata bahagia mengalir deras dari mataku. Senyumku mengembang, tapi segera sirna setelah seseorang menarik tanganku. Ia adalah suruhan Duke. Duke ingin membawaku pergi, tapi Seifer berusaha mencegahnya. Bahkan saat Duke mendekat padaku, Seifer berlari ke arah Duke, menahan Duke dengan tangan kirinya yang sedang memegang pisau sambil mengarahkan pisau itu ke leher Duke. Lalu sebuah kejadian fatal terjadi. Seifer yang sebenarnya tidak berniat melukai Duke, malah dituduh melukai Duke hingga mengalir darah yang cukup banyak dari leher Duke. Akhirnya Duke dilarikan ke rumah sakit sedangkan Seifer dibawa ke kantor polisi.  Ia ditahan karena kasus itu. Kini Seifer terlihat sangat frustasi. Aku tak tega melihatnya. Aku sangat ingin membantunya agar dia bebas, karena aku tau bahwa bukan dia pelakunya.

[Selasa, 14 Februari 2012]

Aku datang ke kantor polisi tempat Seifer ditahan. Aku membawakan makanan kesukaannya, Telur Mata Sapi, serta dessert favoritnya, Cherry Pie. Dia melahap makanan yang kubawa dengan sangat cepat, seperti orang kelaparan. Tak lupa juga kubawakan Teh Hijau untuknya. Dia sangat menyukainya..^^
[Kamis,  16 Februari 2012]
Aku benar-benar bingung. Sekalipun selama tiga hari ini dia terlihat seperti orang yang tak punya beban apapun, tapi aku tetap mengkhawatirkannya. Akhirnya hari ini kuputuskan untuk menemui Duke dan memohon padanya untuk mencabut tuntutannya. Dia bersedia, tapi dia memberi syarat, syarat yang sangat berat untukku.

[Senin, 21 Februari 2012]

Hari ini dia bebas. Aku sangat senang mendengar kabar itu. Saat itu aku sangat ingin menemuinya dengan senyum lebar di wajahku, tapi keinginan itu tak bisa terwujud. Aku berkata kasar padanya, dan memberitahu hal yang menyakitkan baginya...tentunya bagiku juga. Aku terpaksa lakukan itu, karena aku tak mau melihat dia dihukum dengan hukuman berat atas perbuatan yang tak pernah dia lakukan. Aku sangat ingin bersatu dengannya, tapi aku memilih untuk menyelamatkannya. Aku akan lakukan apapun asalkan dia bisa tetap hidup dengan baik. Yang pasti, hingga detik ini, cintaku padanya masih sama. Maafkan aku, Seifer.

[Selasa, 28 Februari 2012]

Setelah petang ini, segala harapanku tentangnya akan sirna. Saat terbangun dari tidurku tadi pagi, aku tak henti-hentinya meneteskan air mata, berharap semua ini tak pernah terjadi, berharap aku dan Seifer bisa bahagia bersama. Aku berharap dia datang lalu membawaku pergi untuk mewujudkan segala harapan yang kami bangun sejak dulu. I strongly hope. YOU ARE MY ONLY HOPE.

"Bodoh sekali kau, Ellone..." Butiran air perlahan membasahi pipiku. Ini pertama kalinya sejak lima belas tahun yang lalu. Kuseka air mataku lalu kutatap arlojiku.
"Sial!! Aku harus segera kesana, tapi aku tak tau dimana acaranya diadakan!" Kubanting buku diary ber-hard cover itu. Sebuah foto keluar dari buku itu.
"Ini kan...? Itu dia! Tunggulah, Elle, aku akan segera tiba disana!" Aku menyobek dua lembar kertas dari buku diary Ellone dan mengambil benda mengejutkan yang kutemukan di dalam buku diary itu.

~~~

Pukul enam kurang tiga menit. Aku segera menerobos masuk ke Hall itu, mencari-cari tempat pernikahan Ellone. Aku tak peduli, apa atau siapapun yang aku tabrak, yang terpenting, aku bisa membawa Ellone pergi dari sini. Sampailah aku di depan ruang pernikahan Ellone. Aku hendak masuk, tapi ditahan oleh dua orang penjaga pintu.
"Biarkan aku masuk! Ellone! Ellone!" Aku berusaha melepaskan diri dari mereka, tapi mereka terlalu kuat.
"Ellone! Hentikan!" Teriakku. Aku berhasil melepaskan diri dari mereka. Aku langsung berlari ke dalam, mencari Ellone, lalu menarik tangannya.
"Kau mau apa, Seifer?" Tanya Ellone. Dia menahan tarikan tanganku.
"Ayo pergi bersamaku! Ayo kita wujudkan mimpi yang selama ini kita bangun bersama!" Jawabku, masih sambil memegangi tangan Ellone.
"Jangan harap kau bisa bawa Ellone pergi!" Duke melepaskan peganganku dari tangan Ellone.
"Ayolah, Ellone. Kau mau ikut kan?" Bujukku.
"Aku takkan pergi denganmu." kata Ellone.
"Dengar kan? Pulanglah! Kehadiranmu tak diharapkan disini!" kata Duke menimpali. Kutarik tangan Ellone lagi.
"Kubilang tidak mau ya tidak mau!" Bentaknya sambil melepaskan cengkramanku.
"Kau ingat ini, Ellone?" kutunjukkan benda mengejutkan yang kutemukan di dalam diary Ellone, sebuah cincin berukirkan namanya, cincin yang hendak kupasangkan di jari manisnya waktu itu.
"Itu..." Ellone terkejut melihat cincin itu.
"Cincin ini kutemukan di dalam diary mu. Aku juga temukan beberapa tulisanmu di diary itu yang menunjukkan bahwa kau sebenarnya sangat tidak menginginkan pernikahan ini." Jelasku.
"Ti...tidak, itu tidak mungkin!" Ucap Ellone memungkiri.
"Baca dan resapi!" kataku sambil menunjukkan dua lembar kertas yang kusobek dari diary itu.
"..." Ellone hanya terpaku menatap lembaran-lembaran warna pink itu.
"Kau tau, Elle, pengorbananmu ini sia-sia dimataku. Aku tak butuh kebebasan jika itu membuatku kehilanganmu. Aku mencintaimu bukan untuk melihatmu bersama yang lain. Lebih baik aku tetap dipenjara daripada aku harus menyaksikan pernikahanmu dengan orang lain!"
"Cukup! Pergi kau, Seifer!" Ellone berteriak padaku, tapi matanya berkaca-kaca.
"Baiklah kalau itu maumu. Aku takkan muncul lagi di hadapanmu. Selamat tinggal, Elle." Kutinggalkan ruangan itu. Suasana hening. Duke mendengus kesal.

~~~

Ellone's POV

"Pengacau itu sudah pergi. Ayo kita lanjutkan acaranya!" kata Duke pada semua tamu, dan tentu saja padaku. Ia ambil cincin yang sejak tadi ada di depan kami.
"Tunggu dulu, Duke!" ucapku tiba-tiba.
"Ada apa, Elle?" tanyanya.
"Maaf, aku tak bisa menikah denganmu. Aku sangat mencintai Seifer. Aku ingin dia hidup bahagia. Jika pernikahanku membuatnya menderita, lebih baik aku akhiri saja."
"Kalau kau mengakhirinya, kau pasti tau akibatnya." Ancam Duke.
"Sekalipun kau menjerumuskan kami berdua ke penjara atau bahkan membunuh kami, aku tidak peduli! Yang terpenting, jangan pernah pisahkan kami lagi!" kataku sambil berlari keluar ruangan. Terdengar suara Duke memanggil-manggil namaku, namun aku tak menghiraukannya. Aku terus berlari mencari Seifer, berharap masih ada kesempatan bagiku untuk kembali padanya. Dari kejauhan, kulihat sosok Seifer sedang berjalan pelan keluar Deling City. Aku berlari menghampirinya, memeluknya dari belakang, erat sekali, seolah tak mau terpisahkan lagi.
"Seifer! Maafkan aku! Aku hanya tak ingin hidupmu menderita. Ternyata yang kulakukan ini jauh lebih menyakitkan bagimu. Maafkan aku..." Ucapku sambil menangis.
"..." Seifer hanya diam. Ia melepaskan pelukanku lalu berbalik.
"Aku janji, aku takkan menyakitimu lagi, Seifer!" tangisku makin menjadi-jadi saat kulihat tatapan matanya yang begitu dingin. Ia memelukku perlahan.
"Menangislah... Menangislah kalau memang itu bisa membuatmu lega." Kata Seifer sambil mengelus rambutku. Kubenamkan wajahku di dadanya hingga tangisku reda, lalu kuangkat kepalaku.
"Seifer... Apa kau memaafkanku?" tanyaku. Dia hanya mengangguk kecil. Ia lepaskan pelukannya. Aku baru sadar kalau tubuhnya jadi agak kurusan.
"Kenapa kau jadi kurus begini?"
"Itu karenamu. Sejak kau bilang kalau kau akan menikah dengan Duke, aku tak selera makan. Biasanya saat jam makan siang, aku bisa melahap tiga Burger jumbo atau seloyang Cherry Pie, tapi sejak hari itu, yang masuk ke perutku hanya dua keping biskuit dan secangkir kopi." Jelas Seifer.
"Kau hanya makan itu selama satu minggu? Kau bisa sakit, Seifer."
"Sakit fisik tak ada apa-apanya. Tapi disini rasanya sesak, dan aku tak bisa tidur karenanya." Ujarnya sambil menunjuk dadanya berkali-kali.
"Sejahat itukah aku? Aku tak pantas diberi maaf." Air mataku tumpah lagi, namun ia segera mengusap air mataku dengan kedua ibu jarinya.
"Aku tak ingin mengingatnya lagi. Toh kau juga sudah ada disini sekarang, bersamaku. Tersenyumlah, Elle." Ucapnya. Senyumnya merekah. Aku ikut tersenyum saat melihatnya tersenyum.
Perasaan tidak enak itu muncul lagi. Sepertinya kami akan kembali dihadapkan pada kenyataan pahit, saat ada dua orang mencurigakan menghampiri kami.

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES