Jumat, 11 Desember 2015

Eternal Love - chapter 4


Seifer's POV
Empat hari kemudian, aku dibebaskan. Duke telah mencabut tuntutannya padaku. Sampai sekarang aku masih heran, kenapa dia melukai dirinya sendiri, dan kenapa dia membebaskanku sekarang. Tapi untuk saat ini, aku tak mau memikirkannya. Aku akan mengunjungi Ellone di Balamb Garden setelah kuselesaikan urusanku.
"Cincinnya sudah jadi?" tanyaku pada Zell begitu aku tiba dirumahnya.
"Tentu saja! Harganya Sepuluh Ribu Gill."
"KAU MAU CARI MATI YA?! MANA ADA CINCIN PERAK SEMAHAL ITU!!" teriak Seifer.
"KAU PIKIR MUDAH MEMBUATNYA! AKU SAMPAI HARUS BEGADANG UNTUK MENYELESAIKANNYA TEPAT WAKTU!" teriak Zell tak mau kalah.
"Oke.. Bagaimana kalau setengah harga? Gajiku hanya Sepuluh Ribu. Kalau harganya segitu, aku bisa bangkrut."
"Baiklah, tapi jangan pernah kau panggil aku Chicken-wuss lagi!"
"Oke.. Okee.. Deal!"
"Deal!"
~~~
Siang ini aku mengajak Ellone ke Quad. Aku ingin beri kejutan padanya.
"Ellone!"
"..." Ia melangkah mendekatiku. Tak ada senyum, tak ada keceriaan. Hanya wajah datar, seolah tak menginginkan kehadiranku.
"Aku  bebas, Ellone!" Kupeluk dirinya, erat. Sudah dua hari aku tak bertemu dengannya, rasanya rindu sekali.
"Lepaskan aku." ucapnya pelan.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Kubilang lepaskan aku!" Ellone menaikkan nada bicaranya sambil memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukanku. Tak pernah kulihat dia bersikap seperti ini sebelumnya.
"Baiklah. Hmm... Ellone... Maukah kau...menikah denganku?" kukeluarkan cincin itu dari kantung celanaku.
"Tidak." tolaknya.
"Kenapa? Bukankah dulu kau sudah berjanji kalau kau akan selalu berada disisiku?"
"Dulu dan sekarang itu berbeda! Aku tak mau bersama dengan laki-laki kasar sepertimu!"
"Tapi, Elle..."
"Kau tau, sebentar lagi aku akan menikah, dengan Duke." Aku syok mendengar ucapannya, hingga tak sadar aku menjatuhkan cincin yang kupegang.
"Kau bercanda kan?"
"Tidak, aku serius. Jangan pernah temui aku lagi, Seifer. Selamat tinggal."
"Tapi, Elle!" saat dia hendak pergi, kutarik tangannya, membuat ia terhenti dan menoleh.
"Biarkan aku pergi... Kumohon..." dia melepaskan cengkeraman tanganku dengan tangannya yang satunya lagi. Aku hanya bisa terpaku melihatnya pergi.
~~~
Aku datang ke rumah Ellone, hendak memastikan kebenaran kabar bahwa Ellone akan segera menikah.
"Siang, Paman." Sapaku saat Paman Laguna membukakan pintu untukku.
"Seifer! Kemana saja kau? Apa yang terjadi pada hubungan kalian? Kenapa Ellone tiba-tiba memaksa untuk menikah dengan Duke secepatnya? Elle mencintaimu kan?" Paman Laguna bertanya tanpa henti, tak memberikan kesempatan bagiku untuk menjawab.
"Tenanglah, Paman. Sekarang mana Ellone?" tanyaku. Paman Laguna terlihat lesu mendengar pertanyaanku.
"Ellone...dia pergi satu jam yang lalu. Dia akan dirias untuk pernikahannya hari ini." Aku kaget mendengar jawaban Paman Laguna. Tapi kucoba untuk lebih tenang, berusaha memikirkan cara untuk meminta penjelasan pada Ellone yang akan menikah hari ini. Jujur saja, aku tidak rela bila dia menikah dengan orang lain, tapi aku tak boleh panik, atau aku tak akan menemukan titik terang dari masalah ini.
"Paman...boleh aku ke kamar Ellone?"
"Tentu saja. Ini kunci kamarnya, dan ini kunci rumah ini."
"Sudah mau pergi kesana ya?"
"Ya. Aku sangat berharap, kau muncul disana dan mencegah semuanya. Menurutku, Duke bukanlah orang yang terbaik untuk Ellone."
"Sampai jumpa, Paman. Begitu aku bertemu Paman lagi, akan kukembalikan kunci-kunci ini."
"Baiklah. Ingat, acaranya pukul enam malam ini. Aku pergi, Seifer." Paman Laguna keluar dari rumahnya sementara aku bergegas ke kamar Ellone.
~~~
"Mana buku itu? Dimana dia menyembunyikannya?" Aku mencari buku milik Ellone di laci meja di kamarnya, tapi tak ada. Kemudian aku menoleh ke arah sebuah peti tersembunyi di sisi kamar. Kucoba membuka peti itu namun terkunci.
"Sial! Kenapa dikunci!" gerutuku. Aku tak kehilangan akal. Aku mencoba membuka peti itu dengan sebuah peniti yang kutemukan di lantai.
CKLEK!
"Berhasil! Sekarang mana buku itu..." Aku mengobrak-abrik isi peti itu.
"Ini kan..." Sebuah selimut kutemukan didasar kotak itu. Itu adalah selimut bertambal kain katun warna coklat muda yang dijahitkan Matron. Selimut yang pertama dan terakhir kalinya kupakaikan pada Ellone di malam sebelum ia pergi dari orphanage lima belas tahun yang lalu.
"Selimut lusuh ini ternyata dia simpan ya..." kataku sambil tersenyum. Aku baru sadar kalau benda-benda di dalam peti itu adalah semua benda yang pernah kuberikan padanya. Tiga kuntum bunga Lily putih berpita merah di tangkainya yang masing-masingnya kuberikan padanya saat memperingati hari kematian Raine juga ada disitu.
"Kancing ini...kancing jubahku kan? Apa kancing ini lepas lalu dipungut olehnya?" Aku teringat saat aku masih terpengaruh oleh mimpi konyolku. Aku menyandera Ellone untuk kupersembahkan pada Sorceress dari masa depan itu. Mungkin kancing ini putus saat aku bertarung dengan Squall ketika ia hendak menyelamatkan Ellone, lalu Ellone memungutnya.
"Topeng Tonberry? Hahaha!" Itu adalah topeng yang kukenakan saat ada festival di Timber. Ia bilang, Tonberry lebih tampan dan lebih lucu daripada aku. Aku gunakan topeng itu seharian penuh hingga meninggalkan bekas karet di telingaku. Tapi aku tak peduli, setidaknya topeng ini bisa membuatnya tertawa.
"Boneka rajut? Aku tak pernah memberikan benda ini padanya... Apa ini buatannya? Indah sekali..." Kuangkat sepasang boneka rajut yang tangannya digandengkan. Boneka itu mirip aku dan dia. Dia dengan selendang hijaunya, dan aku dengan jubah putihku.
"Ellone... Kalau kau menyimpan berbagai benda dariku, kenapa kau tega meninggalkanku?" gumamku sambil memainkan peti itu. Dari tutup peti itu, jatuh sebuah buku berwarna hitam dengan pita merah di cover buku itu.
"Ah, ini dia!" Buku yang kucari-cari akhirnya ketemu. Buku Diary milik Ellone. Buku yang mungkin akan memberikan jawaban pada pertanyaan besar di otakku. Kubolak-balik buku itu, menerka-nerka apa yang tertulis di dalamnya. Terdengar suara ketukan dari buku itu.
"Hmm? Ada apa di dalam buku ini?" Kugoyang-goyangkan buku itu. Kubuka buku itu. Di bagian paling depan, ada sebuah tempat untuk menyimpan pulpen. Saat kubuka bagian itu, aku terkejut melihat isinya.
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES