Sabtu, 04 April 2015

Awkward Moment with Train

Tahun 2011 silam, kira-kira bulan Oktober atau November (lupa tepatnya), saya dan sahabat saya berencana pergi ke Kwitang, surganya buku-buku lawas. Sahabat saya ini mau beli buku Kalkulus untuk penunjang materi kuliahnya di jurusan Kimia. Kami memilih naik kereta agar lebih cepat sampai di sana. Kami membeli tiket hari itu juga. Ini pengalaman pertama saya, pergi menggunakan kereta tanpa orangtua. Maklum, saya bukan tipe orang yang suka jalan-jalan, trus gak gampang hapalin jalan, jadinya bisa ditebak kan kalau saya dilepas sendirian. Bisa dipastikan nyasar! Hihi :-D

Singkat cerita, kami naik kereta sekitar jam 9 pagi. Keretanya nyaman, ber-AC pula. Belum banyak penumpang di kereta, jadi kami bisa duduk. Dari stasiun Kranji ke stasiun Senen gak butuh waktu lama. Tau-tau sudah sampai. Begitu turun dari kereta, kami langsung menuju Kwitang. Kami menanyakan buku Kalkulus di beberapa pedagang, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya kami nyoba cari di Atrium. Ternyata gak ada juga. Ada satu toko buku lagi yang belum kami kunjungi. Tobuk Gunung Agung.

Kami mulai mencari buku di sana. Sahabat saya, Dwi, mencari buku yang ia perlukan, sementara saya sibuk keliling lihat-lihat buku. Saat sedang melihat bagian buku pelajaran SD, saya teringat kalau adik saya sebentar lagi UN. Saya jadi ikut milih-milih buku deh, padahal awalnya gak niat mau beli buku. Saking sibuknya milih buku sampai-sampai saya gak sadar kalau Dwi udah nemuin buku yang dia perluin. Saya segera menentukan pilihan saya dan membayarnya, karena hari sudah siang.

Habis beli buku, kami mampir shalat di mushala dekat Pasar Senen. Setelahnya kami langsung ke stasiun, beli tiket untuk pulang. Saya inget banget, di tiketnya tertulis pukul 13:00. Kami nyari-nyari peron tempat kereta tujuan Bekasi akan tiba. Kami agak bingung, karena kami berdua sama-sama baru pertama kali naik kereta tanpa didampingi. Dwi biasanya naik motor kalau pergi ke mana-mana, jadinya dia gak begitu paham dengan transportasi yang satu ini.

Kayaknya ini peronnya.” Ucap saya sambil nunjuk ke sebuah lorong.
“Ya udah yuk, kita kesitu. Nanti ketinggalan.” Kata Dwi.
Kami langsung masuk ke lorong yang terhubung ke peron. Lupa peron berapa. Kami muter-muter di situ, agak ragu dengan keretanya. Keretanya terlihat agak lebih besar tapi bukan gerbong baru seperti Commuter yang kami naiki waktu berangkat dari Bekasi.

"Ca, ini keretanya bener gak sih?” tanya Dwi.
Gak tau.. gak yakin. Coba tanya petugasnya.” Saranku.
Dwi bertanya ke seorang calon penumpang yang sedang duduk-duduk. Tapi yang dutanya tidak lebih tau dari yang bertanya (?).
Duh, jadi tambah bingung denger jawaban orang itu. Kami nanya satu orang lagi di sana. Jawaban dia bikin kami kaget. “Ini kereta jurusan Malang.”


http://moneter.co/jelang-lebaran-kai-tambah-commuter-line-dari-bekasi/

APA?! Malang?!

Untungnya kami belum naik. Kalau sudah naik, entah nanti bakalan gimana. Masa’ nanti judulnya Lost in Malang #eh

Sudah mau jam satu. Kami panik dong. Kereta kami sudah mau berangkat, sedangkan kami malah sempet-sempetnya salah peron. Kami buru-buru nanya ke petugas. Lalu petugas itu nunjukin jalan ke arah peron kereta jurusan Bekasi. Kami menuju ke sana secepat yang kami bisa. Saat kepala nongol dari tangga, kami lihat keretanya berjalan. Hiks, ketinggalan kereta T_T

Tanya-tanya calon penumpang di sana, katanya kereta jurusan Bekasi berikutnya akan tiba satu jam kemudian. Kami terpaksa nunggu satu jam, daripada gak pulang. Kami langsung naik begitu kereta datang.

Pengalaman naik kereta kali itu bener-bener gak terlupakan! Tapi saya gak kapok naik kereta, soalnya saya memang senang naik kereta, gak pake macet karena ada jalurnya sendiri. Hehehe :-D


Postingan ini dibuat dalam rangka ikut serta dalam Free Book Giveaway (Preloved) : Stasiun by Cynthia Febrina! | Twitter :@tukardc | Blog :tukardengancerita.wordpress.com


COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES